SEKOLAH ITU NGGAK PENTING

MENGUNGKAP HAL TERPENTING DALAM HIDUP YANG NGGAK PERNAH DIAJARKAN DI SEKOLAH

Sebuah akun Youtuber terkenal telah sampai ke telinga saya. Ia mengatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia ketinggalan 128 Tahun. Mengejutkan! aku pikir buat apa sekolah di Indonesia?

Inilah cerita diatas ceritanya cerita. Sebuah experience yang tak akan pernah saya lupakan. Sebuah journey yang kelak akan jadi legacy. Semua berawal dari serangkaian pertanyaan. Sekolah buat Apa? Apa Benar SEKOLAH ITU NGGAK PENTING!?

Saya menceritakan pengalaman saya kuliah di perguruan tinggi. Dan banyak sekali dm instagram yang masuk. Dm ini dimulai ketika saya lulus dari perguruan tinggi. Menjadi Sarjana.

Kerja apa sekarang?

Woow. Pertanyaan menarik. Saya suka. 

Nyatanya memang lulus dari perguruan tinggi ya… BEKERJA mau apa lagi. Memang tujuan kuliah untuk bekerja kan?. Jika iya. Selamat anda berhak membaca ini lebih lanjut. Sebab aku juga demikian. Tetapi sama sekali saya tidak bekerja bahkan tidak ingin bekerja tetapi maunya berkarya.

Sebelum lebih jauh mari kita membuka data. 

Sebab data ini sulit untuk didapatkan akhirnya saya bermain logika. Di universitas saya, kuliah dilaksanakan wisuda 6 kali dalam setahun. Menurut pencarian saya di google ada 1117 mahasiswa ikut wisuda pada tahun 2018 yang lalu dan “calon pengangguran baru nih kata saya”. Bayangkan ini baru universitas saya sedangkan jumlah perguruan tinggi di indonesia berjumlah 2300-an.

Lalu aku bertanya lagi jadi Sekolah buat apa?

Sekali lagi saya buka di kolom pencarian google

wow keren sekali ya..Ini yang menjadi pertanyaan saya, ini pengangguran atau nggak mau kerja. hehehe

Padahal jika dibilang mereka ini adalah orang-orang yang cerdas. Aku tanya lagi, lalu sekolah buat apa? Teman ku nyeletuk begini “ gak usah sekolah”

 Tidak usah sekolah, 

Jangan Sekolah,

 Sekolah itu GAk PEnting

Kok pembahasannya jadi sekolah buat apa. Ya ini harus jadi pertanyaan. Mengapa kita terlalu sibuk menuruti sistem pendidikan yang dibuat di Negara yang kita banggakan ini. Ya Indonesia. Jika hasilnya, Value nya tidak ada, Outputnya nggak tahu kemana. Lalu buat apa jika yang bekerja tidak menghasilkan visi bagi Indonesia. Atau terlalu banyak perang ideologi, pemikiran, pemahaman. Sehingga guru dan dosen takut menyampaikan ideologi nya padahal di dalam kelas pengetahuan. Aku benci dan Kesal sekali. Makanya aku tak pernah kuliah. Maksudnya ambil jatah 3 pekan setiap kali dalam satu semester untuk keluar dari zona kelas. Begini-begini saya diligent kok.

Jadi sekolah buat Apa? 

mengapa judulnya Sekolah Itu Nggak Penting!

Sebentar. Jadi begini. Kita tahu bahwa proses pendidikan di Indonesia panjang sekali mulai dari Playgroup, TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi S1 S2 S3. Serta sederet kursus dan private classnya.

Kalau experience saya lulus S1 itu umur saya sudah 21 tahun. Yang menjadi pertanyaan adalah. Apa Karya Yang bisa Dibanggakan? Tunjukkan Hasilnya? What’s Your Goal? Kamu Punya Visi? Gelar Sarjana ini bisa dibuat Apa? Bagaimana dengan Ijazah? Bisa Dijual?  Inilah sejuta pertanyaan ketika saya kuliah di luar jam kuliah. Tidak ada satupun pertanyaan atau diskusi panjang lebar menulis 50 halaman sampai 100 halaman untuk menemukan ingin menjadi apa. Apa Yang Kamu Inginkan?. Taunya kalau mau masuk kelas. Sudah bayar UKT belum? 

Syukurnya jurusan saya orangnya baik hati semua, sehingga kalau ada teman kami yang belum bisa bayar UKT per semester kami patungan. Dan sekarang kami telah lulus. Namun Dimanakah mereka sekarang? Apakah mereka telah sampai kepada goal mereka? Apakah mereka telah Dealdone? Atau tidak tahu apa itu goal apalagi DEALDONE.

Memang kebangetan. 

Ya akan terus beginilah pendidikan kita jika tidak ada yang berani mengaum bak singa di hutan belantara. Tidak akan ada yang berani untuk menyampaikan pendapatnya atau mengevaluasi jika tidak berani menulisnya. Walaupun negara kita negara demokrasi yang bebas mengemukakan pendapat.

Ini saya Adi Candra akan berbagi experience selama saya sekolah, kuliah di perguruan tinggi ternama di sumatera. Kampus terluas di Asia Tenggara. Kalau aku mengingatnya. Aku selalu menangis saat menyanyikan lagu Indonesia Raya di auditorium yang penuh dengan pemuda. Hari itu aku bangga.

Hingga tibalah saya menjadi ketua Mapala. Menjadi seorang yang sangat idealis. Dan tidak ada cerita yang tidak aku ceritakan melainkan aku bagikan semua di blog saya. Memang cerita ini seperti tidak cocok untuk orang tua. Dan lebih cocok untuk anak muda. Tetapi sekali lagi aku katakan. Ini lebih penting di baca oleh orang tua. Mengapa? Sebab inilah ceritanya anak kepada ayahnya atau ibunya. Tatkala mereka memaksa untuk membangunkan anak nya untuk pergi sekolah. Padahal sekolah tidak mengajarkan apa yang dibutuhkan oleh sang anak untuk menjadi hidup. Tidak pernah aku temukan benar-benar guru itu dengan lantang mengatakan ideologi terkuatnya yang akhirnya akan mengokohkan jiwa.

Pendidikan kami di pangkas bak lapangan futsal di sekolah yang setiap hari kami injak. Seolah ideologi yang mengantarkan kepada Sang Maha Pencipta. Jauh radius memandang di tengah kegelapan malam tak tahu ini kayu ataukah ular. Aku benci sekali hal ini. Apakah sistem negara kita. Atau Hukum perundangan kita. Atau Sistem Pendidikan kita memang di setting tidak mengenali siapa Tuhan kita? Aku menangis ketika melihat anak-anak muda yang umurnya seharusnya dewasa namun ideologinya tidak ada. Aku marah!

Aku tidak menyalahkan siapa pun. Aku hanya bersyukur bahwa aku bisa mendapatkan semua yang aku butuhkan dalam hidup. Aku bisa dapatkan ketika aku tidak berada di kelas. Atau di sekolah. Aku bebas seperti garuda yang membawa lambang-lambang pancasila. Tetapi aku lebih bebas melebihi burung itu sebab aku diberikan 360 tulang yang setia. Kepada hati pikiran dan jiwa yang bebas menentukan kemerdekaan dalam bertindak dan berkuasa. UNIVERSITAS KEHIDUPAN!

Aku sering berdiskusi mengapa mereka menjadi takut untuk menyampaikan ideologi yang sebenarnya. Atau mempelajari lebih dalam bagaimana seharusnya guru itu menjadi teladan bagi saya untuk bergerak menyuarakan suara kemanusiaan yang kehilangan peradaban dan kepemimpinan. 

Cukup. Aku bertanya kepadamu wahai pemuda. 

Sanggupkah engkau mendalami ideologi yang kebenarannya diatasi segala kebenaran?.

Sedikit experience saya,

Sudah cukup lama setelah saya lulus dari kuliah dengan mengambil jurusan ilmu pendidikan. Yang saat ini program studi tersebut berubah menjadi Pendidikan Masyarakat. Yang kalau dikaji memang agak ribet, sebab dulunya namanya Pendidikan luar sekolah. Lebih membingungkan lagi sebenarnya. Saya kuliah cukup lama, kalau dihitung 3 tahun sebelas bulan.

Ada perhatian khusus kenapa saya menulisakan cerita ini. Kalau dibayangkan memang banyak sekali teori dari hasil penelitian yang dipraktekkan. Dan hasil penelitian membuktikan bahwa cara kuliah kami memang berbeda dari jurusan pada umumnya. Banyak bilang jurusan kami tidak jelas masa depannya. Coba kamu bayangkan jurusan ilmu pendidikan Program studi Pendidikan luar sekolah. Mau kerja apa?

Faktanya memang kalau kita membaca blog tentang jurusan pendidikan luar sekolah menjadi masalah sendiri di setiap seminar. Sebab, tidak banyak yang mengetahui jurusan ini dan membingungkan kok semuanya dipelajari. Tidak ada konsentrasinya. Dari situlah saya mengingat bahwa saya itu jarang sekali belajar kelas banyaknya di lapangan. Melihat langsung yang sebetulnya setiap hari ya saya biasa. Namun ketika disambungkan dengan teori ilmiah seperti potensi masyarakat misalnya. Maka banyak sekali kunci yang tidak diketahui password nya. Sehingga penelitian sosial menjadi menarik bagi saya. Kalau dibayangkan hampir sepekan sekali rasanya studi lapangan dan kalau dikumpulkan maka dapat disimpulkan bahwa saya tidak pernah tidak kuliah karena mata kuliah semuanya ada di masyarakat.

Kesimpulannya kalau mau lihat saya kuliah sebenarnya setiap hari saya kuliah. Kembali lagi ke kunci-kunci yang diberikan oleh para dosen saya saat itu. Ada bidang-bidang khusus yang saya perdalam seperti peningkatan ekonomi, pemberdayaan, dan underlaying yang tak bisa dilakukan oleh pendidikan sekolah.

Sebenarnya ini tidaklah rumit untuk dipahami hanya saja ini hanyalah ritme untuk menjelaskan bahwa ada sedikit yag beda ketika saya menjelaskan. Ya seperti dosen saya mengajar dulu hanya memberikan kunci dan 24 sks itu tidaklah cukup. Sehingga banyak yang akan jenuh, mundur, dan menganggapnya aneh sebab tidak sabar. Namun sebetulnya disitulah saya menang sebab akulah pendengar yang mendengarkan sehingga harus menuliskannya disini.

Mengapa saya menuliskan cerita ini bukankah ini rahasia pribadi?. Tidak ada yang saya sembunyikan faktanya dulu bahkan saya buatkan skripsi pun kalau ditanya itu pun hanya konsep dasar semua orang bahkan dosen pun bilang kelemahan skripsi saya adalah tidak ada dasarnya sebab belum terjadi. Bayangkan saja bagaimana kok saya bisa diterima kan aneh. Dan semua itu diketahui setelah saya sidang skripsi.

Saya tidaklah menceritakan tentang hari ini sebagaimana orang percaya bahwa hidup hanya hari ini. Tetapi saya sendiri berbeda sebab setiap hari ada angka kelahiran dari situlah saya berpikir bahwa mereka bisa hidup berdasarkan apa yang telah yang dilakukan oleh pendahulunya. Jika tidak mereka akan mengulangi kesalahan kembali yang pernah kita lakukan.

Penulis sejarah adalah yang jejak peninggalan yang terkalahkan oleh bentuk bangunan sebab bisa saja sang penemu mengatakan bahwa ini bangunan dibangun oleh nenek moyang saya. Sebabnya warisan yang terbaik itu bukan bangunan, melainkan tulisan. Bisa jadi bahwa kita akan tergantikan oleh kaum yang lebih baik dari kita hari ini. Namun jika kita bisa menjadi kaum yang terbaik hari ini maka jadilah yang terbaik. Sebab kita tidak tahu tentang masa depan jika kita tidak meninggalkan warisan. Warisan inilah yang saya sebut dengan ilmu.

Ilmu yang diwariskan pun bisa mengubah banyak konsep yang akhirnya menimbulkan teori baru padahal teori ini terkadang tidak lagi diperlukan sebab telah dilakukan pengujian pada zaman sebelum kita lahir. Inilah makna yang saya katakan bahwa mengulangi kesalahan yang sama. Dan kita sebagai orang yang menentang azas kelupaan dengan itulah saya menuliskan cerita ini. Banyak hal-hal yang tidak perlu dipelajari dan ada hak yang lebih penting untuk dipelajari. Perang pemikiran baru saja dimulai.

Ketundukan terhadap keyakinan misalnya. Hal ini bisa saja hilang di masa depan sebab pendahulu tidak meninggalkan jejaknya. Sekarang cobalah bertanya siapa kakek kakek nya ayah kita. Ini sulit untuk ditebak. Jika tidak ada catatannya. Makanya keilmiahan itu sulit dipecahkan jika tidak dituliskan. Pembahasan ini cukup.

Judul skripsi saya sebetulnya adalah proposal yang tertunda sebab sulit dibaca bagi yang tidak mengetahuinya. Dari judul yang saya berikan menekankan bahwa itu tidak ada. Hanya perencanaan dan inilah saya memiliki ilmu yang selalu menghantui saya di setiap kali ketika saya merenung dan dalam kondisi sendiri.

Saya tidak akan menceritakan tentang apa isi skripsi saya. Yang saya tulis adalah tentang semua hal,sebab semuanya akan menjadi terkait. Hal ini akan sulit dilakukan sebab hal yang tidak disukai banyak orang. Namun saya hanya mengingatkan bahwa ada nasehat yang akan membuat mu kenapa harus. Sebuah nasehat dari Imam Syafii yang maknanya jika engkau tidak mau menahan perihnya belajar maka kamu akan menahannya perihnya kebodohan.

Sebuah misi besar hidup saya tanpa harus sekolah jauh namun mereka tetap bisa belajar dimana pun dan kapan pun.

Cuma itu misi saya dan tentang why, what, dan how nya. Saya katakan sekali lagi bahwa ini sudah ada di kehidupan sebelum kita hanya saja ada yang menghilangkannya. Ini sebuah kebangkitan dunia baru menurut versi saya. Dan ini sangatlah simple

Sekali lagi aku katakan. Buku yang saya tulis ini sungguh mengerikan jika beredar. Sebabnya akan ada yang berhenti sekolah. Akan ada interview klarifikasi dari pemerintah. Karena aku benar-benar akan memperjuangkan ideologi ini sampai aku mati!. Aku bangga kepada diriku bahwa aku berani meluangkan 16 jam untuk berpikir. Bagaimana nasib bangsa ku kelak. Bagaimana nasib generasi ku jika aku tidak berbuat apa-apa dari sekarang. Mungkin tidak akan ada Legacy. Tidak ada cerita. Tidak ada peringatan bahwa jangan pernah Lakukan ini dan Ini. Ini dan Itu.

Hari ini aku benar-benar membuktikan bahwa proses pendidikan kita terlalu panjang. Lalu apa solusinya? Aku tidak akan memberikan solusi yang panjang dan rumit tetapi rasanya itu terlalu singkat bagi saya untuk menjadikan saya bahagia bahwa saya bisa. 

Saya bisa berkarya sesuka saya. Ketika teman-teman kuliah saya takut untuk berkarya. Aku tidak akan menjelaskan secara mendetail di ebook yang singkat ini tetapi saya telah membuktikannya bahwa aku bisa menjadi dengan apa yang aku inginkan. 

Anda harus mengetahui hal ini secepatnya. Semuanya saya tulis dalam cerita yang ringan dan renyah bahwa hal-hal ini memang selamanya tidak akan pernah ada di sekolah dan guru di sekolah itu tidak akan pernah memberikannya. 

Sebaiknya kita memaafkan sistem kita, guru kita, dosen kita, orang tua kita, dan generasi kita. Inilah legacy yang saya harap bisa menjadi pengingat ketika tidak ada yang berani bersuara. Untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya kamu inginkan? Sudahkah bertanya benarkah ini yang kamu inginkan? Memang apa Visi kamu? What’s Your Goal?

Tinggalkan komentar