Planet

Pagi ini ku menahan rasa.
Jika ingin ku namai maka planet itu akan ku beri nama planet biru. Seperti zaman Yunani yang hidupnya hanya berfilosofi sebab semuanya ada. Pangan papan sandang tersedia di planet ini. Tapi Yunani bukan lah tujuan kami, terlalu kecil filosofi itu.
Aku terbangun kan oleh suara merdu dan berbisik. Sejam sekali terbangun sebab tidur ku di ketinggian. Lupakan!
Perlu berpikir radikal untuk menamai planet ini. Maka planet itu bernama planet nya mahasiswa pecinta alam. Planet warisan dari para pendahulu. Mereka lupa hari, jam, tanggal, sebab plan sudah berderet jadi seperti auto download bukan binatang. Tetapi ada tujuan.
Kelompok kecil yang anggotanya belum genap seratus.
Ruang-ruang kreativitas yang kehilangan pemaknaan dari orang orang biasa. Jadi seperti tidak penting. Padahal duduklah dulu bercerita dengan mereka tidak ada habisnya. Coba saja. Dalam setahunnya ada saja bentang alam corak manusia akan mereka temui sehingga laporan dokumentasi ada di big data planet mereka. Tanya saja.
Tahukah banyak ekspedisi yang tak terpublikasi. Di tengah perkembangan cakrawala ilmu pengetahuan di era milenium. Milenial semakin kreatif membungkus konten. Adakah diantara kalian yang ahli? Yuk lah berkolaborasi sebab jangan lagi ada peristiwa seperti dulu lagi. Seperti tenggelam kemudian mati. Tidak apatis kami mendengar kekurangan nya.
Sejak itu planet kami kehilangan arah tatkala membuka kembali lembar dokumentasi yang di dalamnya terdapat setulus kata bahwa planet mengabdi kepada Tuhan yang maha esa. Pun orang orang didalam nya memiliki tujuan itu. Yang bermakna dalam setiap langkah kelak yang di berikan titik koordinat ketika menapakinya.
Sudah. Baik baik saja sebab bersiap saja di era yang kian tergerus digital maka perlu kita kembali publikasikan hal-hal yang perlu di berikan hak-haknya. Apakah ilmu pengetahuan ataupun pengalaman perlu kita ceritakan agar khalayak tahu bahwa ada yang memimpin di atas kepemimpinan. Berlari saja di hutan niscaya kita akan sadar bahwa bermimpi saja tidak cukup. Kita perlu belajar dengan alam. Alam yang setia sampai akhir zaman. Yang tak lelah mengedukasi dengan keindahannya atau getaran gempa bumi nya. Siapakah yang menggerakkan nya?
Aku hanya bertanya.

MUSANG, 14 sept 2019

Tinggalkan komentar