Renung

Ketika seorang ayah membawa atau memberikan amalan neraka ke Rumah nya. Akankah tidak pernah istimewa orang-orang yang ada di dalamnya. Bisa jadi kita selalu berharap akan kelak pada masa yang akan datang terlahir generasi yang istimewa. Namun aku tak tahu sampai kapan itu bisa terjadi, apabila ayah selalu mengajak bermain-main dengan kondisi ini. Setiap hari kita terpeleset-peleset di jalan yang sangat licin ini.

Sulitkah? Sulit memang, jika awalnya yang dimudahkan menjadi dibiasakan. Akankah aku hijrah saja ayah? Ataukah aku tetap disini menemani mu. Aku pun jadi teringat tentang sebuah makna bahwa Orang-orang yang rela bersabar dengan gangguan saudaranya maka hal Itu lebih baik baginya dan baginya pula pahala. Bolehkah ku bertanya “kelak sampai kapan? Hampir-hampir API itu akan membakar kita. Benarkah aku setan yang bisu?

Ayah, maafkan bahwa aku memang tak pantas untuk menulis semua ini, tetapi kata ku lebih tak mampu. Karena aku Pernah bercerita tentang seseorang yang hampir sama. Namun kau pun menjatuhkan air mata. Tetapi dengan ini aku menjadi bisa. Maka maafkan lah. Sebab dengan siapa lagi ku kan bercerita. Pun engkau aku tak berharap lebih. Semua kembali kepada Ayah.

Ayah, sesungguhnya tulisan ini tak ku berikan kepada mu saja. Melainkan semuanya kembali kepada siapa pun yang kelak akan menjadi ayah. Sang nahkoda memang pernah bercerita bahwa di mana pun ceritakan saja apa yang kau rasakan. Sebab cakrawala pemikiran jika tak di tuliskan maka ia nya kan hilang.

Maafkan aku sayang 🙂

Tinggalkan komentar